Soal Freeport, Haruskah Pemerintahan Jokowi Tunduk Kembali Seperti Pemerintahan Sebelumnya?
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk tidak takut dengan ancaman PT Freeport Indonesia yang akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Alasannya, pemutusan hubungan kerja hanya gertakan Freeport untuk menekan pemerintah mengabulkan permintaannya.
Ketua Kampanye JATAM Melky Nahar meminta, pemerintahan Jokowi tak menggubris ancaman-ancaman yang dilontarkan Freeport. Sebab, di rezim-rezim sebelumnya, pemerintah selalu tunduk terhadap kemauan Freeport.
"Rezim sebelumnya pemerintah tunduk terhadap apa yang jadi kemauan Freeport. Pemerintah seolah tidak bisa berbuat apa-apa dan seenaknya diatur. ini yang jadi tantangan pemerintah, sehebat UU atau PP yang dihasilkan, kalau political willnya pemerintah seenaknya diatur oleh Freeport, tidak akan pernah selesai ini," ujar Melky dalam diskusi di Jakarta, Selasa (21/2).
Dia mengatakan Freeport bukan kali ini saja terlibat perseteruan dengan pemerintah. Di 2014, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) ini juga pernah berseteru dengan aturan pemerintah dan menjadikan isu PHK massal sebagai senjata untuk melawan pemerintah.
"Ada nyanyian lama yang selalu didendangkan Freeport. Pertama, isu soal PHK karyawan. Itu jelas seluruh pergolakan yang terjadi, yang dimunculkan Freeport itu isu PHK ribuan karyawan," ujarnya.
Bukan hanya itu, Freeport juga mengancam akan membawa masalahnya ke arbitrase internasional. Alasan lain, suku di Papua tak mau pertambangan Freeport berhenti.
"Kalau kita cek persoalan selama ini, antara pergolakan Freeport dan pemerintah, rata-rata isu ini selalu dinyanyikan Freeport untuk tekan pemerintah," katanya.
Sumber : merdeka.com